Pandemi menghantam keras semua lini perekonomian Indonesia. Tidak cuma dirasakan oleh pelaku usaha kecil (UMK), tetapi juga perusahaan yang masuk didalam kategori UMB yang hadapi ada problem didalam perihal pemasaran/penjualan produk semasa pandemi.
Pelaku usaha pun kudu beradaptasi untuk bisa bertahan dan bangkit bersama dengan mengubah jenis pemasaran bersama dengan pakai teknologi jasa digital marketing.
Internet pun jadi siasat yang dipilih oleh banyak perusahaan berskala besar untuk bisa bertahan di sedang pandemi.
Bagi perusahaan atau merek berskala besar, memperkuat eksistensi di penduduk jadi tidak benar satu faktor mutlak untuk bertahan di sedang pandemi.
Carlos F. Sopamena, CEO Noid+, digital agency yang berbasis di Jakarta Selatanmengungkapkan, pandemi sudah berdampak besar kepada brand, mulai berasal dari merek kecil sampai besar.
Namun, merek tetap kudu menjaga eksistensi mereka di sedang masyarakat, bahkan sementara mereka tidak bisa menjangkau pelanggan secara segera lewat aktivitas offline.
Pada sementara pandemi ada PPKM, merek jadi enggak bisa melakukan aktivasi (secara offline). Masyarakat Indonesia itu pada dasarnya bahagia sesuatu yang tangible, real, yang keliatan segera dan bisa dipegang. Pada sementara pandemi, merek pada akhirnya mulai berubah ke digital (marketing, red.). Tujuannya, pada sementara pandemi yang dijaga oleh merek adalah awareness.
Gimana caranya supaya meskipun pandemi kastemer enggak bisa muncul rumah, merek tetap bisa keliatan terus
Carlos menambahkan, tiap tiap merek berasal dari beragam industri mengalami efek negatif yang lumayan besar berasal dari pandemi. Namun, merek yang sudah berubah ke siasat digital marketing pada akhirnya bisa bertahan dan tetap “terlihat” di sedang masyarakat.
Badan Pusat Statistik juga mencatatkan peningkatan pencarian kata kunci berkenaan mengkonsumsi penduduk pada mesin pencarian Google di era awal pandemi yang mengindikasikan peningkatan pemakaian platform digital untuk pemenuhan keperluan sehari-hari.
Pemanfaatan digital marketing semasa pandemi secara tidak segera menopang merek untuk bisa bertahan.
Teguh Kristianto, Managing Director Noid+, juga mengutarakan bahwa peningkatan terbesar ada di pemakaian media sosial. Menurutnya, peningkatan inilah yang harusnya dicermati sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan merek awareness.
“Pada sementara pandemi itu, digital marketing naik dikarenakan pemakaian media sosial memahami meningkat. Layanan Over-the-Top, layaknya Netflix, VIU, dan YouTube itu viewers-nya makin lama banyak.
Juga banyak content creator yang baru muncul dan tiba-tiba subscribers-nya naik, viewers-nya tinggi. Jadi, kalau merek yang sudah aware bersama dengan digital marketing, justru pada sementara pandemi bisa sustain dan bahkan penjualan online malah meningkat.
Contoh, ada sebagian merek fashion dia sepanjang ini jualannya online. Sebelum pandemi dan sementara pandemi, itu bisa berkali-kali lipat naiknya lebih tinggi sementara pandemi,” terangnya.
Senada, Carlos juga beri tambahan bahwa pandemi ini justru jadi titik balik bagi merek dikarenakan sudah mengakibatkan banyak merek berubah berasal dari siasat pemasaran konvensional ke digital marketing.
Namun, untuk bisa mobilisasi siasat yang sukses, Carlos mengakui perihal ini tergantung tujuan merek tersebut dikarenakan ada banyak perihal yang bisa diraih bersama dengan pakai digital marketing.
Menurutnya, sementara ini tetap banyak merek yang belum teredukasi dan berpikiran digital marketing adalah jalan pintas untuk mendapatkan konversi penjualan.
“Digital marketing itu kalau kami boleh jujur, enggak semua produk bisa dibantu secara segera penjualannya bersama dengan digital marketing. Journey-nya panjang,” kata dia.
Carlos menerangkan, didalam mobilisasi siasat digital marketing, perihal pertama yang kudu dipastikan adalah bujet. Berpatokan kepada bujet, merek maupun agency bisa pilih siasat yang paling efisien untuk mobilisasi campaign.
“Sebenarnya ulang ke brand-nya. Brand kudu bisa pilih alokasi bujet-nya berapa untuk mobilisasi marketing mereka, bahkan digital marketing itu bisa terukur. Kalau merek sudah kasih alokasi dana sekian ke agency, strateginya bisa lebih terarah,” ungkap Carlos.
Selain itu, Teguh juga beri tambahan bahwa bujet sebesar apa pun bisa digunakan didalam digital marketing. Namun, untuk bisa mobilisasi siasat yang efektif, merek kudu fleksibel dan siap mobilisasi siasat digital marketing yang terintegrasi.
Bicara soal bujet, sebetulnya besar atau kecil enggak masalah. Tapi, balik ulang ke kesiapan merek untuk shifting ke digital marketing ini. Kita juga enggak bisa cuma berpatokan ke satu siasat aja (online atau offline, red.) dikarenakan keduanya efektif. Tapi, tetap kudu terintegrasi.”
Integrated Digital Marketing dan Kolaborasi, Strategi Jitu yang Harus Dijalankan Beriringan
Digital marketing yang terintegrasi bersama dengan aktivitas on ground pun diakui Carlos jadi siasat yang jitu didalam hadapi pandemi dan menyongsong endemi sebagian tahun ke depan.
Menurut Carlos, melihat prilaku konsumtif penduduk Indonesia yang tetap dinamis, merek juga kudu melihat perihal ini sebagai tantangan sekaligus peluang untuk menjangkau lebih dekat.
Ditambah lagi, perubahan teknologi platform digital yang cepat juga kudu diikuti bersama dengan inovasi berasal dari merek supaya tidak ketinggalan tren yang sedang populer sekaligus bisa menunggangi tren tersebut untuk mendapatkan perhatian berasal dari masyarakat.
“Karena di digital itu shifting-nya cepat, merek juga kudu cepat adjust. Jangan was-was untuk coba sesuatu yang baru. Kalau pun gagal, ini jadi experiment dan experience, jadi bisa evaluasi lagi,” ujarnya.
Namun, Teguh beri tambahan bahwa platform digital bukanlah faktor utama keberhasilan digital marketing. Untuk mendapatkan perhatian konsumen, merek kudu bisa menghadirkan konten yang relevan dan riding the moment, bukan sekadar viral.
“Platform digital yang ada kudu kami manfaatkan. Caranya bisa bersama dengan menghadirkan konten yang pas bersama dengan message yang pas. Cara approach-nya juga kudu diperhatikan. Di sini, merek jangan was-was coba semua platform dan explore ide, sepanjang tetap ada relevansi bersama dengan merek dan produknya,” kata Teguh.
Carlos menyebut baik online maupun offline marketing miliki kekurangan dan berlebihan masing-masing. Karena itu, integrated digital marketing bisa menutupi kekurangan keduanya sekaligus beri tambahan merek keuntungan ganda.
Menjangkau kastemer lebih dekat lewat beragam platform digital, mulai berasal dari web site (microsite), media sosial, aplikasi, sampai digital ads, bisa mengakibatkan merek muncul di mana-mana. Namun, perihal ini juga kudu diiringi bersama dengan kemudahan penduduk untuk membeli secara segera di toko terdekat.
“Brand kudu bisa mulai mengubah pola pikir, enggak bisa cuma mobilisasi online aja dan menginginkan sesuatu yang lebih. Enggak gampang menciptakan conversion di digital supaya orang sudi segera beli. Pertama, secara visibility di digital kudu di-maintain.
Kedua, produknya dekat enggak serupa mereka. Misal produk minuman, kalau tokonya jauh, orang juga males keburu hausnya hilang. Jadi, integrasi dan kolaborasi ini kuncinya,” terangnya.
Leave a Reply