Siapa-Siapa Sajakah Yang Berhak Menrima Zakat Fitrah?

Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, “Rasulullah Saw mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum pada budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil, dan orang dewasa berasal dari kamu Muslimin.” (Muttafaq Alaih).


Dikutip dalam buku berjudul ‘Fiqih Islam Wa Adillatuhu’ oleh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, harta yang dikeluarkan dalam syara’ dinamakan bersama dengan zakat, sebab zakat akan tingkatkan barang yang dikeluarkan, menjauhkan harta selanjutnya berasal dari bencana-bencana.
Allah Swt berfirman,

“Dan berikanlah zakat.” (Al-Baqarah: 43)

Makna-makna kebahasaan ini terepresentasikan dalam firman Allah Swt:

“Ambillah zakat berasal dari harta mereka, kegunaan bersihkan dan menyucikan mereka..” (at-Taubah: 103).

Salah satu perihal yang mutlak untuk diperhatikan pas membayar zakat fitrah adalah berkenaan siapa saja orang yang berhak meraih zakat fitrah.

Dikutip dalam buku berjudul ‘Ensiklopedi Muslim’ oleh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, penerima zakat fitrah adalah seperti penerima zakat-zakat lainnya. Hanya saja orang-orang fakir dan miskin lebih banyak berhak atas zakat fitrah daripada penerima-penerima lainnya, sebab Rasulullah Saw bersabda:

“Kayakan mereka (orang-orang fakir) sampai tidak meminta-minta pada hari ini (Idul Fitri). Zakat fitrah tidak boleh diberikan kepada tidak cuman orang-orang fakir kecuali kecuali orang-orang fakir telah tidak ada lagi, atau sebab kefakiran mereka mudah (tidak parah), atau penerima lainnya sangat membutuhkannya.” (Diriwayatkan Al-Baihaqi)

Allah Swt mengatakan secara rinci berkenaan orang-orang yang berhak menerima zakat dalam tidak benar satu firman-Nya:

“Sungguh zakat itu cuma untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban berasal dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana,” (Surat At-Taubah ayat 60).

Orang-orang yang berhak menerima zakat ada delapan golongan yaitu:

Orang-orang fakir

Mereka adalah orang-orang yang miliki hak untuk diberi zakat dalam rangkaian pertama. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, fakir adalah orang yang tidak miliki harta dan pekerjaan yang mampu memenuhi kebutuhannya.

Dia termasuk tidak membawa pasangan (suami-istri), orang tua, dan keturunan yang mampu memenuhi kebutuhannya dan menafkahinya.

Orang-orang miskin

Kedua, orang miskin adalah orang yang mampu untuk bekerja memenuhi kebutuhannya namun belum mampu mencukupinya, seperti orang yang memerlukan sepuluh dan dia cuma miliki delapan supaya tidak memenuhi keperluan sandang, pangan dan papannya.

Para amil

Mereka adalah orang-orang yang bertugas menghimpun zakat. Bagi para amil disyaratkan adil, menyadari fiqih zakat, masuk umur 10 tahun, mampu menulis, dan membagi zakat kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya dan mampu menjaga harta.

Mualaf

Diantara mereka adalah orang-orang yang lemah keislamannya. Mereka diberi zakat supaya keislaman mereka menjadi kuat.

Budak

Menurut ulama Hanafiyyah dan Syafi’iyah, mereka adalah budak-budak mukatab muslim yang tidak membawa harta untuk memenuhi apa yang sedang mereka lakukan, samasekali telah banting tulang dan memeras keringan untuk bekerja.

Gharim

Mereka adalah orang-orang yang membawa banyak hutang. Menurut para ulama Syari’iyah dan Hanabilah, baik seseorang itu berhutang untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

Juga baik hutangnya selanjutnya digunakan untuk ketaatan maupun kemaksiatan. Jika dia berhutang untuk dirinya sendiri maka dia tidak diberi zakat, melainkan kecuali dia adalah seorang fakir.

Sabilillah

Mereka adalah para mujahid yang berperang yang tidak membawa hak dalam honor sebagai tentara, sebab jalan mereka adalah mutlak berperang. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kukuh.” (ash-Shaff: 4).

Ibnu Sabil

Dia adalah orang yang bepergian atau orang yang hendak bepergian untuk menjalankan sebuah ketaatan, bukan kemaksiatan.

Kemudian tidak mampu raih area tujuannya melainkan bersama dengan adanya bantuan. Ketaatan itu seperti haji, jihad dan ziarah yang dianjurkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *